Hikmah Kesaktian Pancasila

Seorang murid Sekolah Dasar kelas 1 berlari-lari di depan sekolahnya sambil berteriak, horee….. saya sudah hafal Pancasila. Saking gembiranya dia berusaha memberitahu setiap orang yang ditemuinya. Setibanya di rumah dia memberitahukan kedua orang tuanya bahwa sudah menghafal Pancasila. Hal ini kontras berbeda pada sebuah acara di Televisi Swasta, beberapa orang diminta menyebutkan isi Pancasila namun banyak yang sudah tidak mengingat lagi. Kalau seorang anak kecil begitu riangnya bisa menghafal Pancasila, seharusnya orang yang dewasa yang mengaku warga Negara Indonesia dan sudah bertahun-tahun menghafalkan Pancasila tentu lebih merasa bangga memiliki Pancasila.
Mengenang lahirnya Pancasila sebagai dasar Negara hampir setiap tahun diperingati, tepatnya tiap tanggal 1 Juni. Hari di mana pancasila berhasil dipertahankan dari ancaman ideologi komunis yang dipelopori penggerak Gerakan 30 September 1965/ Partai Komunis Indonesia yang menculik dan membunuh secara keji 6 jenderal. Kalau kita menilik sejarah, pada tahun 1965 hingga rezim Orde Baru tumbang pada 1998, Pancasila menjadi idiom paling sakti dan dipakai sebagai alat politik. Mulai saat itu orang mulai mengatakan bahwa Pancasila itu sakti dan diperingatilah tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pancasila memang berhasil dipertahankan sebagai ideologi bangsa dari ancaman ideologi komunis. Banyak pertanyaan yang muncul hingga saat ini, apakah cukup hanya dengan peristiwa itu Pancasila dikatakan sakti?
Kalau kita renungkan hingga saat ini Pancasila belum membawa bangsa ini menuju bangsa yang maju dan bermoral. Menurut saya, Pancasila baru dikatakan sakti apabila nilai-nilai yang dikandungnya tidak hanya dapat hidup dan bertahan di hati tiap warga Negara Indonesia sebagai dasar Negara namun juga sebagai sebuah ideologi untuk berbangsa. Selain itu Pancasila juga harus mampu mengubah manusia Indonesia sebagai manusia yang selalu ingin maju, berkembang, berbudaya jujur, bermoral dan bermartabat.
Di era orde baru, demi tegaknya kesaktian Pancasila, setiap kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara selalu dibekali dengan Penataran Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P4). Kegiatan P4 ini menjadi “kegiatan wajib” yang harus diikuti pelajar, mahasiswa, calon karyawan, swasta hingga pejabat atau aparatur Negara. Dari tahun ke tahun sejak 1 Oktober 1965 hingga kini pimpinan negara dan pemerintahan memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Namun sesungguhnya kesaktian Pancasila itu untuk siapa? Saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Rapat Paripurna DPR tanggal 15 Agustus 2008 misalnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono antara lain mengatakan, “Apapun yang terjadi, kita harus terus berpegang teguh pada keempat pilar itu, sebagai landasan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.” Keempat pilar yang disebutkan Yudhoyono adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Kita tidak bisa tenggelam dalam budaya sinisme dan sifat gamang yang tak kunjung habis. Dan kita tidak boleh lengah membaca zaman yang telah berubah,” kata Kepala Negara ketika itu.
Pancasila selain menjadi ideologi dan dasar negara juga menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila yang lahir dari akar sejarah budaya bangsa mengandung nilai-nilai luhur universal yang menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia yakni Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tetapi benarkah Pancasila telah benar-benar diamalkan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia? Jangankan untuk mengamalkan, saya yakin sebagian dari kita ada yang tidak bisa menyebutkan Pancasila dengan benar apalagi menyebutkan 45 butir-butir penjabaran yang terkandung di tiap silanya. Semoga beberapa uraian dibawah dapat menjadi bahan untuk merenung tentang makna Pancasila di hati kita.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Bangsa kita adalah bangsa beragama, bangsa yang percaya akan satu Tuhan. Namun aplikasi kemasyarakatan dalam hal kebebasan beragama masih dipertanyakan. Masih banyak masyarakat menganggap keyakinan kelompoknya jauh lebih baik dari kelompok lain. Sehingga dengan mudahnya menganggap bahwa hanya agama-nya atau Tuhan-nya saja yang paling benar, dan dengan mudah-nya menyalahkan agama lain-nya bahkan kalau bisa meng-hancurkan-nya.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan makna yang terkandung dalam 7 butir-butir Pancasila yaitu : 1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME). 2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. 6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. 7.Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Aplikasi kemasyarakatan dan bernegara dari sepuluh butir-butir Pancasila pada sila ke-dua ini yakni : (1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. (2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. (3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. (4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. (5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. (6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. (7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. (8) Berani membela kebenaran dan keadilan. (9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. (10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain, juga sudah mulai memudar.
Kemanusiaan Yang Adil itu adalah suatu bentuk tindakan yang seharus-nya benar terhadap keseimbangan yang hakiki atas semua aspek-aspek yang berhubungan dengan kemanusiaan. Dan Kemanusiaan Yang Beradab itu adalah kulturalisasi bangsa yang memiliki sifat menghargai sesama, memiliki budi bahasa yang halus dan tidak kasar, dan bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada disekitar kita.
Keadilan yang diharapkan di Indonesia ini hampir menuju ke persentase 0%, karena masih banyak sekali pemaksaan-pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung-jawab dan penekanan-penekanan secara fisik dan moral terhadap yang lemah tidak ubah-nya seperti di hutan. Dan sial-nya banyak dari kita hanya tutup mata melihat ke-tidak adil-an itu meskipun mereka mampu untuk mengubahnya.
Bagaimana dengan ke-manusiaan yang ber-adab?. Setiap orang mengaku-ngaku, berkoar-koar bahwa dia adalah manusia ber-adab; manusia yang tahu sopan santun; manusia yang tahu etika; dan manusia yang bisa menghargai sesama-nya; makhluk yang paling tinggi derajat-nya dari makhluk apapun di dunia ini. Tapi, kenyataan-nya tidak sama sekali, bahkan banyak diantara kita yang dengan tega menghina dan menginjak-injak keber-adab-an dan hak asasi orang lain. Bahkan praktik korupsi justru marak, ketidakadilan justru merebak, pembunuhan berantai dengan cara amat sadistis dan di luar nalar tidak jarang terjadi dan masyarakat makin mudah diadu domba.
Persatuan Indonesia
Saat ini begitu banyak masalah perpecahan ditengah masyarakat yang timbul hanya karena perbedaan ; kepentingan, dukungan, partai, kesukuan, desa, penduduk asli atau pendatang yang menimbulkan kegelisahan bagi seluruh rakyat. Sebagian besar dari mereka merasa jadi korban ketika orang-orang dan golongan-golongan tersebut berperang satu sama lain, saling membenarkan kepentingan-nya masing-masing. Seperti-nya makna sila Persatuan Indonesia itu sedang rapuh, yang gampang pecah kapan saja. Apa masih kurang Timor Leste, pulau Sipadan dan Ligitan yang sudah terpisah dari Indonesia? Atau karena kepentingan tertentu pulau yang berada di kepulauan Sumatera juga terancam dijual?.Bagaimana seandainya Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Maluku pada akhir-nya harus lepas juga dari bumi nusantara ini. Masihkah Pancasila bisa berperan sebagai pemersatu? Masihkah butir-butir sila ke-tiga yakni ; (1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. (2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. (3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. (4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. (5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. (6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. (7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa., dapat menjadi pemersatu ditengah banyak faham ideologi luar yang mulai merasuk ke jiwa generasi muda sekarang melalui teknologi media audiovisual?.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan, hikmah, bijaksana, musyawarah atau perwakilan suatu istilah yang sudah sering terdengar sebagai bentuk hubungan sosial ditengah kehidupan bermasyarakat. Namun makna yang diharapkan sesuai dengan butir-butir sila ke-empat Pancasila yakni 1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. (2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. (3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. (4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. (5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. (6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. (7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. (8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. (9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. (10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan., masih jauh dari tujuan dasar bernegara.
Apakah pemimpin sudah memimpin dengan hikmah kebijaksanaan dalam musyawarah perwakilan? Menurut pemahaman saya sifat hikmah kebijaksanaan dalam musyawarah hanya dapat terwujud jika semua pemimpin memahami dan mengamalkan makna butir-butir sila ke-empat dari Pancasila. Tanpa bermaksud mengabaikan atau bahkan melecehkan, kalau kita membuat survey ke wakil rakyat atau ke para pemimpin/ pejabat tentang pemahaman terhadap butir-butir Pancasila, mungkin masih sebagian besar tidak mengingat lagi. Apa yang diharapakan dari produk undang-undang yang tidak berlandaskan kepentingan rakyat namun berdasarkan kepentingan golongan atau segelintir orang? Tentunya jawabannya tergantung interpretasi dan kepentingan masing-masing orang.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Fenomena kehidupan masyarakat yang serba susah hampir setiap hari bisa kita temui. Kemiskinan, gelandangan dan pengemis yang berkeliaran, rakyat yang makan nasi aking, kelaparan, antrian minyak tanah, penggusuran di-mana-mana, berbanding terbalik dengan rumah-rumah megah yang berdiri dengan angkuh-nya, mobil-mobil mewah yang berseliweran di jalanan Indonesia, dan mall-mall sebagai ajang pamer gengsi. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Apakah ini yang dinamakan keadilan sosial? apakah keadilan sosial itu sudah terpenuhi? atau-kah kita yang salah mengartikan arti yang sebenar-nya dari keadilan sosial?
Haruskah makna butir-butir sila ke-lima yakni : (1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. (2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. (3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. (4) Menghormati hak orang lain. (5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. (6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. (7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. (8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. (9) Suka bekerja keras. (10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. (11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial., terabaikan?
Revitalisasi dengan balutan kain ihram
Memperingati Hari Kesaktian Pancasila tidak sepenting mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri, demikian pernyataan yang sering disebut. Ironisnya, seperti juga diakui oleh Ketua DPR Agung Laksono, nilai-nilai luhur Pancasila sudah semakin luntur di kalangan masyarakat Indonesia sehingga Pancasila perlu direvitalisasi. Revitalisasi nilai-nilai Pancasila hanya bisa terjadi jika ada aktualisasi nilai-nilai positif Pancasila oleh segenap masyarakat bangsa ini. Hari kesaktian Pancasila tidak membutuhkan perayaan dengan pesta dan lomba yang lucu. Hendaknya nanti pada hari kesaktian pancasila kita meramaikannya dengan kajian tentang Pancasila itu sendiri. Apakah Pancasila itu sakti? bagaimana agar Pancasila tampak kesaktiannya? apakah perlu revisi? atau memang pancasila tidak sakti? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang bisa muncul terkait kesaktian Pancasila yang jawabannya terpulang ke masing-masing individu sesuai interpretasi yang dipahami.
Kain ihram laki-laki, dua lembar kain yang tidak berjahit yang dipakai sebagai sarung dan sebagai selendang (disandangkan di bahu) yang wajib dipakai saat ibadah haji/umrah bisa kita jadikan bahan renungan. Kain yang umumnya berwarna putih sebagai wujud kebersamaan pandangan dalam membangun bangsa lebih baik dan maju. Bahan tanpa jahitan ini bagaimanapun mahalnya kalau tidak berbentuk tentu tidak menampakkan nilai kemewahan. Nilai kemewahan mulai tampak jika bahan tersebut dibuat baju. Oleh karena itu kemewahan pakaian yang dapat menimbulkan sikap arogan dan rasa sombong, yang akan menjauhkan diri dari orang lain, tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak mau mendengarkan orang lain dapat kita jauhi. Kain ihram yang berfungsi sebagai selendang menutupi dada, mengingatkan kita agar tidak sombong dengan membusungkan dada, juga sarung yang dikenakan menjaga kita untuk tidak berjalan di muka bumi dengan kesombongan.
Kasus korupsi yang merebak misalnya, dalam penilaian Komisi Pemberantasan Korupsi terjadi karena implementasi nilai-nilai sesuai asas Pancasila semakin menyimpang. “Makanya dari 30 delik korupsi, 28 di antaranya menyangkut perilaku. Hal ini karena nilai-nilai Pancasila sudah dilupakan. Kini saatnya Pancasila kembali direvitalisasi sebagai dasar falsafah negara dan menjadi prinsipa prima bersama norma agama. “Sebagai prinsipa prima maka nilai-nilai Pancasila dan norma-norma agama merupakan dasar untuk seluruh masyarakat Indonesia berbuat baik. Kalau perlu mari kita balut Pancasila dengan Kain Ihram.

Komentar

  1. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia harus terus dilestarikan, komentar juga ya ke blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato singkat "Hikmah Zakat"

Lirik lagu "The Stars" ost a little thing called love

Baifern